Rabu, 12 Agustus 2009

Murin Kecam Fraksi Golkar DPRD Lembata

Anggota DPRD Lembata, Alwi Murin mengecam keras Fraksi Partai Golkar yang meminta Bupati Lembata memberi sanksi pemecatan terhadap Kasat Polisi Pamong Praja. Pernyataan Fraksi Partai Golkar tersebut terkait peristiwa penyitaan mobil merah milik Erni Manuk, putri Bupati Andreas Duli Manuk, yang menjadi tersangka kasus pembunuhan Yohakim Laka Lodi Langoday.
Ditemui di kediamannya, Selasa (11/8), Alwi Murin mengaku kecewa dengan sikap Fraksi Partai Golkar yang dinilainya sebagai upaya mengalihkan isu. Menurut anggota Dewan yang kembali terpilih dalam Pemilu 2009 ini, Golkar tidak melihat masalah secara utuh.
Asal tahu saja, ketika penyidik Reserse Polda NTT menyita mobil vitara warna merah di rumah tinggal Andreas Duli Manuk, yang selama ini dipakai sebagai rumah jabatan bupati Lembata, tidak seorang pun anggota Pol PP yang bertugas menjaga kediaman kepala daerah. Entah mengapa, ketika didatangi penyidik polisi tak seorang pun anggota Pol PP yang bertugas. Andreas Duli Manuk yang sedang tidur nyenyak di siang bolong sekitar pukul 11.30 Wita terkaget oleh keriuhan ribuan massa yang memadati kediamannya. Massa seolah-olah mengepung kediaman orang nomor satu di lembata itu. Ande Manuk yang merasa terganggu, keluar rumahnya hanya mengenakan celana pendek dengan berbalut baju ketiak.
Saking kesalnya, Ande Manuk menghardik massa yang memadati halaman rumahnya. Uniknya, massa sama sekali tak bergerak mundur. Wartawan yang dihardiknya pun hanya menatapnya dengan terheran-heran karena bupati masih berpakaian tidur.
Menurut Fraksi Partai Golkar, bupati adalah simbol kekuasaan dan kewibawaan daerah. Penampilan Ande Manuk saat menghardik massa dinilai sebagai peristiwa yang memalukan. Uniknya, FPG justeru menimpakan kesalahan itu kepada Pol PP yang dinilai tidak siaga.
Alwi Murin menilai sikap FPG itu berlebihan dan seolah-olah mengalihkan persoalan pengungkapan pelaku pembunuhan kepada problem kekuasaan di Lembata. Menurut dia, FPG seharusnya menyesalkan reaksi Bupati Ande Manuk yang terkesan berlebih dalam menyambut kehadiran aparat penyidik. "Mestinya sebagai pejabat negara, bupati mendukung upaya penegakan hukum dengan cara menyambut baik kedatangan penyidik ke rumahnya," ucap Alwi Murin, seraya menambahkan bahwa rumah yang dihuni Ande Manuk bukanlah rumah jabatan bupati. "Rumah jabatan sudah dibangun lama, tapi berkali-kali didesak DPRD untuk menempati rumah jabatan tersebut, tidak pernah digubris. Beginilah akibatnya," ungkap dia dan mengingatkan bahwa DPRD Lembata tidak pernah menetapkan rumah pribadi sebagai rumah jabatan. (fre)

Murin Kecam Fraksi Golkar DPRD Lembata

Anggota DPRD Lembata, Alwi Murin mengecam keras Fraksi Partai Golkar yang meminta Bupati Lembata memberi sanksi pemecatan terhadap Kasat Polisi Pamong Praja. Pernyataan Fraksi Partai Golkar tersebut terkait peristiwa penyitaan mobil merah milik Erni Manuk, putri Bupati Andreas Duli Manuk, yang menjadi tersangka kasus pembunuhan Yohakim Laka Lodi Langoday.
Ditemui di kediamannya, Selasa (11/8), Alwi Murin mengaku kecewa dengan sikap Fraksi Partai Golkar yang dinilainya sebagai upaya mengalihkan isu. Menurut anggota Dewan yang kembali terpilih dalam Pemilu 2009 ini, Golkar tidak melihat masalah secara utuh.
Asal tahu saja, ketika penyidik Reserse Polda NTT menyita mobil vitara warna merah di rumah tinggal Andreas Duli Manuk, yang selama ini dipakai sebagai rumah jabatan bupati Lembata, tidak seorang pun anggota Pol PP yang bertugas menjaga kediaman kepala daerah. Entah mengapa, ketika didatangi penyidik polisi tak seorang pun anggota Pol PP yang bertugas. Andreas Duli Manuk yang sedang tidur nyenyak di siang bolong sekitar pukul 11.30 Wita terkaget oleh keriuhan ribuan massa yang memadati kediamannya. Massa seolah-olah mengepung kediaman orang nomor satu di lembata itu. Ande Manuk yang merasa terganggu, keluar rumahnya hanya mengenakan celana pendek dengan berbalut baju ketiak.
Saking kesalnya, Ande Manuk menghardik massa yang memadati halaman rumahnya. Uniknya, massa sama sekali tak bergerak mundur. Wartawan yang dihardiknya pun hanya menatapnya dengan terheran-heran karena bupati masih berpakaian tidur.
Menurut Fraksi Partai Golkar, bupati adalah simbol kekuasaan dan kewibawaan daerah. Penampilan Ande Manuk saat menghardik massa dinilai sebagai peristiwa yang memalukan. Uniknya, FPG justeru menimpakan kesalahan itu kepada Pol PP yang dinilai tidak siaga.
Alwi Murin menilai sikap FPG itu berlebihan dan seolah-olah mengalihkan persoalan pengungkapan pelaku pembunuhan kepada problem kekuasaan di Lembata. Menurut dia, FPG seharusnya menyesalkan reaksi Bupati Ande Manuk yang terkesan berlebih dalam menyambut kehadiran aparat penyidik. "Mestinya sebagai pejabat negara, bupati mendukung upaya penegakan hukum dengan cara menyambut baik kedatangan penyidik ke rumahnya," ucap Alwi Murin, seraya menambahkan bahwa rumah yang dihuni Ande Manuk bukanlah rumah jabatan bupati. "Rumah jabatan sudah dibangun lama, tapi berkali-kali didesak DPRD untuk menempati rumah jabatan tersebut, tidak pernah digubris. Beginilah akibatnya," ungkap dia dan mengingatkan bahwa DPRD Lembata tidak pernah menetapkan rumah pribadi sebagai rumah jabatan. (fre)

Selasa, 21 Oktober 2008

Asal Manusia Lamaholot dari Sina-Jawa-Malaka

Asal usul manusia Lamaholot yang mendiami Flores Timur daratan, Pulau Adonara, Lembata, Solor dan Alor di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) atau yang lebih populer dengan sebutan "Solor Watan Lema" dari turunan Sina-Jawa-Malaka.

Asal usul turunan tersebut merupakan pengaruh Hindu-Budha dari India Belakang yang diikuti pengaruh Islam dari Gujarat dan Persia dengan arus aliran persinggahan dari India ke Malaka serta dari China ke Muangthai kemudian bertemu di pusarana nusantara dengan persinggahan di Sumatera, Jawa dan Kalimantan.

"Pengaruh budaya tersebut kemudian mewariskan puing-puing kerajaan Sriwijaya di Pulau Sumatra, Candi Borobudur dan Kerajaan Majapahit di Pulau Jawa, Kerajaan Kutai di Pulau Kalimantan. Dari sana arus perubahan bergerak masuk ke Kepulauan Timor, termasuk Kepulauan Solor sebagai wilayah Lamaholot," kata DR Chris Boro Tokan SH.MH di Kupang, Kamis.

Dosen Luar Biasa di Bidang Hukum dan Perubahan Sosial Fakultas Pascasarjana Bidang Ilmu Hukum Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang mengemukakan pandangannya tersebut berkaitan dengan kebenaran asal usul manusia Lamaholot yang sering dibuat kontroversi oleh Bupati Flores Timur, Simon Hayon.

Setelah arus tradisional membawa babak perubahan sosial Lamaholot, kata Boro Tokan, giliran arus religius mengisi babak baru Lamaholot melalui imperialisme bangsa Portugis yang menularkan agama nasrani (Katolik) di Lamaholot.

Sementara itu, masuknya muslim di Lamaholot disinyalir kuat sebagai perpindahan arus konflik dari Ternate dan Tidore (Maluku) antara Kesultanan Ternate dan Tidore (Muslim), meski sebelumnya Islam Malaka telah masuk lebih dahulu melalui arus Sina-Jawa-Malaka.

"Dari sinilah imperialisme Portugis dan Belanda membagi kekuasaan di Kepulauan NTT. Portugis berkuasa di Timor Timur dan sebagian wilayah Timor bagian barat NTT seperti Belu dan Timor Tengah Utara serta Pulau Flores dan Kepulauan Solor, sedang Belanda berkuasa di Timor Barat serta Sumba dan Rote," katanya.

Menurut Ketua Biro Cendekiawan, Penelitian dan Pengembangan, Lingkungan Hidup DPD I Partai Golkar NTT periode 2004-2009 ini, nilai religius (nasrani dan muslim) telah membentuk keyakinan generasi baru Lamaholot.

Keyakinan baru (religius) manusia Lamaholot itu, katanya, tidak dapat menghilangkan warisan keyakinan generasi primitif Lamaholot yang mengimplementasikan keyakinan itu dengan sebutan "hulen baat tonga belolo rera wulan tanah ekan" (yakin akan pencipta langit dna bumi) dan keyakinan generasi tradisional Lamaholot tentang lewotanah (kampung halaman).

"Walaupun era modernisasi telah tampil dalam kehidupan masyarakat Lamaholot melalui kemajuan bidang pendidikan untuk membentuk keyakinan hati nurani baru Lamaholot dan mengubah pola berpikir primitif atau tradisional menjadi modern, keyakinan akan `hungen baat tonga belolo rera wulan tanah ekan` tetap saja ada," katanya.

Mantan Sekjen Perhimpunan Mahasiswa Katolik RI (PMKRI) periode 1985-1988 itu menambahkan, manusia Lamaholot dengan pola pikir primitif dapat tertelusuri dalam sejarah oral asal usul pemuda Patigolo Arakian di Gunung Ile Mandiri dengan isterinya Watowele, seorang putri titisan dari Ile Mandiri.

Selain itu, katanya, dapat ditelusuri pula melalui sejarah oral pemuda Kelake Ado Pehan dengan isterinya Kwae Sode Boleng, seorang putri titisan Ile Boleng di Pulau Adonara serta pemuda Uwe Kole dengan seorang putri yang merupakan jelmaan alam dari ubi hutan.

Boro Tokan mengatakan, tahapan primitif manusia Lamaholot dalam masa transisi ke tahapan tradisional ditandai dengan adanya Kerajaan Lewo Nama yang dipimpin oleh turunan dari Patigolo Arakian.

Di bagian timur laut Pulau Adonara, berdirilah Kerajaan Molo Gong dan di selatan barat daya pulau itu berdirilah Kerajaan Wotan Ulu Mado, di bagian tengah Pulau Adonara berdirilah Kerajaan Libu Kliha dan di selatan berdirilah Kerajaan Lamahala, Terong dan Kerajaan Lian Lolon yang merupakan cikal bakal Kerajaan Adonara.

Selain itu, ada juga Kerajaan Awo Lolon di Pulau Pasir dekat Lewoleba, ibukota Kabupaten Lembata di Pulau Lembata serta Kerajaan Lamakera dan Lohayong di Pulau Solor.

Ia menjelaskan, nilai magic kehidupan yang diyakini manusia primitif Lamaholot saat itu amat mencengangkan, yakni melalui keyakinan holistik yang menyatukan alam semesta dengan anusia.

Sang pencipta, alam semesta dan manusia sebagai satu kesatuan total yang tidak dapat dipisah-lepaskan melalui ketaatan manusia dalam keyakinan Lamaholot yang disebut "hungen baat tonga belolo rera wulan tanah ekan", ujarnya.

Keunggulan manusia primitif Lamaholot, kata Boro Tokan, dapat menyatukan jagat dalam mengarungi sebuah misi perjalanan yang jauh dalam bahasa setempat disebut "bua buku tanah".

"Dari tahapan primitif ke tahapan tardisional itulah mengalir paham Sina Jawa yang disinyalir membawa masuk ajaran dan keyakinan Hindu-Budha dalam proses membentuk keyakinan tradisional orang Lamaholot sampai sekarang," katanya.(antara/ntt online)

Asal Manusia Lamaholot dari Sina-Jawa-Malaka

Asal usul manusia Lamaholot yang mendiami Flores Timur daratan, Pulau Adonara, Lembata, Solor dan Alor di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) atau yang lebih populer dengan sebutan "Solor Watan Lema" dari turunan Sina-Jawa-Malaka.
Asal usul turunan tersebut merupakan pengaruh Hindu-Budha dari India Belakang yang diikuti pengaruh Islam dari Gujarat dan Persia dengan arus aliran persinggahan dari India ke Malaka serta dari China ke Muangthai kemudian bertemu di pusarana nusantara dengan persinggahan di Sumatera, Jawa dan Kalimantan.

"Pengaruh budaya tersebut kemudian mewariskan puing-puing kerajaan Sriwijaya di Pulau Sumatra, Candi Borobudur dan Kerajaan Majapahit di Pulau Jawa, Kerajaan Kutai di Pulau Kalimantan. Dari sana arus perubahan bergerak masuk ke Kepulauan Timor, termasuk Kepulauan Solor sebagai wilayah Lamaholot," kata DR Chris Boro Tokan SH.MH di Kupang, Kamis.

Dosen Luar Biasa di Bidang Hukum dan Perubahan Sosial Fakultas Pascasarjana Bidang Ilmu Hukum Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang mengemukakan pandangannya tersebut berkaitan dengan kebenaran asal usul manusia Lamaholot yang sering dibuat kontroversi oleh Bupati Flores Timur, Simon Hayon.

Setelah arus tradisional membawa babak perubahan sosial Lamaholot, kata Boro Tokan, giliran arus religius mengisi babak baru Lamaholot melalui imperialisme bangsa Portugis yang menularkan agama nasrani (Katolik) di Lamaholot.

Sementara itu, masuknya muslim di Lamaholot disinyalir kuat sebagai perpindahan arus konflik dari Ternate dan Tidore (Maluku) antara Kesultanan Ternate dan Tidore (Muslim), meski sebelumnya Islam Malaka telah masuk lebih dahulu melalui arus Sina-Jawa-Malaka.

"Dari sinilah imperialisme Portugis dan Belanda membagi kekuasaan di Kepulauan NTT. Portugis berkuasa di Timor Timur dan sebagian wilayah Timor bagian barat NTT seperti Belu dan Timor Tengah Utara serta Pulau Flores dan Kepulauan Solor, sedang Belanda berkuasa di Timor Barat serta Sumba dan Rote," katanya.

Menurut Ketua Biro Cendekiawan, Penelitian dan Pengembangan, Lingkungan Hidup DPD I Partai Golkar NTT periode 2004-2009 ini, nilai religius (nasrani dan muslim) telah membentuk keyakinan generasi baru Lamaholot.

Keyakinan baru (religius) manusia Lamaholot itu, katanya, tidak dapat menghilangkan warisan keyakinan generasi primitif Lamaholot yang mengimplementasikan keyakinan itu dengan sebutan "hulen baat tonga belolo rera wulan tanah ekan" (yakin akan pencipta langit dna bumi) dan keyakinan generasi tradisional Lamaholot tentang lewotanah (kampung halaman).

"Walaupun era modernisasi telah tampil dalam kehidupan masyarakat Lamaholot melalui kemajuan bidang pendidikan untuk membentuk keyakinan hati nurani baru Lamaholot dan mengubah pola berpikir primitif atau tradisional menjadi modern, keyakinan akan `hungen baat tonga belolo rera wulan tanah ekan` tetap saja ada," katanya.

Mantan Sekjen Perhimpunan Mahasiswa Katolik RI (PMKRI) periode 1985-1988 itu menambahkan, manusia Lamaholot dengan pola pikir primitif dapat tertelusuri dalam sejarah oral asal usul pemuda Patigolo Arakian di Gunung Ile Mandiri dengan isterinya Watowele, seorang putri titisan dari Ile Mandiri.

Selain itu, katanya, dapat ditelusuri pula melalui sejarah oral pemuda Kelake Ado Pehan dengan isterinya Kwae Sode Boleng, seorang putri titisan Ile Boleng di Pulau Adonara serta pemuda Uwe Kole dengan seorang putri yang merupakan jelmaan alam dari ubi hutan.

Boro Tokan mengatakan, tahapan primitif manusia Lamaholot dalam masa transisi ke tahapan tradisional ditandai dengan adanya Kerajaan Lewo Nama yang dipimpin oleh turunan dari Patigolo Arakian.

Di bagian timur laut Pulau Adonara, berdirilah Kerajaan Molo Gong dan di selatan barat daya pulau itu berdirilah Kerajaan Wotan Ulu Mado, di bagian tengah Pulau Adonara berdirilah Kerajaan Libu Kliha dan di selatan berdirilah Kerajaan Lamahala, Terong dan Kerajaan Lian Lolon yang merupakan cikal bakal Kerajaan Adonara.

Selain itu, ada juga Kerajaan Awo Lolon di Pulau Pasir dekat Lewoleba, ibukota Kabupaten Lembata di Pulau Lembata serta Kerajaan Lamakera dan Lohayong di Pulau Solor.

Ia menjelaskan, nilai magic kehidupan yang diyakini manusia primitif Lamaholot saat itu amat mencengangkan, yakni melalui keyakinan holistik yang menyatukan alam semesta dengan anusia.

Sang pencipta, alam semesta dan manusia sebagai satu kesatuan total yang tidak dapat dipisah-lepaskan melalui ketaatan manusia dalam keyakinan Lamaholot yang disebut "hungen baat tonga belolo rera wulan tanah ekan", ujarnya.

Keunggulan manusia primitif Lamaholot, kata Boro Tokan, dapat menyatukan jagat dalam mengarungi sebuah misi perjalanan yang jauh dalam bahasa setempat disebut "bua buku tanah".

"Dari tahapan primitif ke tahapan tardisional itulah mengalir paham Sina Jawa yang disinyalir membawa masuk ajaran dan keyakinan Hindu-Budha dalam proses membentuk keyakinan tradisional orang Lamaholot sampai sekarang," katanya.(antara/ntt online)

LAP Timoris Gelar Debat Caleg di Lembata

Vox populi, vox dei. Suara rakyat, suara Tuhan. Boleh itu, itulah yang mengilhami Lembaga Advokasi dan Penelitian (LAP) Timoris untuk menggelar Debat Calon Anggota Legislatif (Caleg) DPRD Kabupaten Lembata menyongsong Pemilu 2009 mendatang. Kegiatan ini dilakukan atas pembiayaan dari Komunitas Indonesia untuk Demokrasi (KID) pimpinan Dr. Ignas Kleden.
"Amanah konstitusi menegaskan kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar. Artinya, rakyat memiliki kedaulatan, tanggungjawab, hak dan kewajiban untuk secara demokratis paling kurang dalam dua hal. Yakni, pertama, memilih pemimpin yang akan membentuk pemerintahan guna mengurus dan melayani seluruh komponen masyarakat. Dan, kedua, untuk memilih wakil rakyat yang akan ditugasi mengawal dan mengawasi jalannya pemerintahan," jelas Direkrut LAP Timoris, Hipolitus Mawar didampingi stafnya, Yustina Seran dan Petrus Kopong.
Cara perwujudan kedaulatan tersebut, papar dia, adalah melalui pemilihan umum secara langsung sebagai sarana bagi rakyat untuk memilih wakil-wakilnya yang akan ditugasi menjalankan fungsi pengawasan, menyalurkan aspirasi politik masyarakat, membuat peraturan perundang-undangan (peraturan daerah), serta merumuskan anggaran pendapatan dan belanja untuk membiayai pelaksanaan fungsi di atas. Target utama dalah kesejateraan rakyat. "Di sisi lain, pemilu DPR, DPD, DPRD Prov dan DPRD Kab/Kota dengan azas luber dan jurdil di setiap lima tahun sekali, dilaksanakan dengan menjamin prinsip keterwakilan, yang memberikan jaminan setiap warga terjamin memiliki wakil yang duduk di lembaga perwakilan. Dengan azas langsung, rakyat sebagai pemilih memiliki hak untuk memberikan suaranya secara langsung sesuai keinginannya, tanpa perantara. Azas umum menjamin kesempatan yang berlaku menyeluruh bagi semua warga tanpa diskriminasi," tutur dia.
Penyelenggaraan pemilu secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil memberikan dampak positif dalam penguatan demokrasi baik di tingkat lokal maupun nasional. Masyarakat diberikan hak suara untuk memilih calon perseorangan (DPD) maupun calog anggota legislatif (caleg) yang diusung partai politik yang mereka nilai akan mampu memperjuangkan aspirasinya apabila nantinya terpilih dalam pemilu.
"Pemilih dituntut cerdas untuk bisa memilih dan menilai dengan baik dan cermat siapa wakil rakyat yang pantas dan bisa memperjuangkan aspirasinya. Hal ini dapat diartikan bahwa pemilih haruslah mempunyai pengetahuan yang baik mengenai hak dan kewajibannya dalam pemilu sehingga tumbuh suatu kesadaran yang tinggi akan pentingnya keikutsertaan dalam pemilu. Juga, pemilih mengenal dan memahami agenda politik/program para caleg dari partai politik yang akan mewakilinya. Artinya, para caleg pun dituntut memiliki kompetensi dan integritas diri agar dapat memperjuangkan aspirasi masyarakat yang diwakilinya. Pengalaman dari pemilu ke pemilu memperlihatkan bahwa pemilih lebih menjatuhkan pilihan atas pertimbangan emosional daripada pertimbangan yang kritis, rasional dan obyektif<," tandasnya.
Menurut dia, debat caleg menjadi momentum yang dibutuhkan, selain untuk membuka ruang publik bagi pemilih dan para caleg untuk mengemukakan gagasan-gagasannya, juga menjadi arena pendidikan kritis bagi masyarakat. "Debat caleg merupakan wahana untuk menguji kompetensi para caleg di setiap daerah pemilihan. Sehingga masyarakat bisa secara kritis melihat kapasitas setiap figur caleg sebelum menjatuhkan pilihannya. Dengan begitu, diharapkan masyarakat tidak lagi terjebak pada sentimen-sentimen primordial atau politik uang yang justru menghambat proses demokratisasi," ungkap Hipol Mawar.
Di Kabupaten Lembata, terdaftar 34 partai politik yang akan ikut meramaikan Pemilu Legislatif 2009, dengan lebih dari 1000 (seribu) orang Caleg. Hal ini sebagai pertanda rakyat semakin antusias untuk mengikuti pemilu legislatif 2009. "Pada saat yang bersamaan, pemilih pun dibikin kerepotan untuk menentukan pilihannya diantara ratusan alternartif yang ada. Hal itu menuntut kemampuan analisis agar tidak keliru menjatuhkan pilihannya," kata dia.

Untuk itulah, sambung dia, "kami menggelar Caleg (DPRD) Lembata Menuju Pemilu 2009 Yang Demokratis.
Dijelas bahwa debat caleg dilakukan selain untuk
meningkatkan kesadaran masyarakat akan hak dan kewajibannya dalam Pemilu 2009, dan membuka tabir kapasitas para caleg yang bertarung dalam Pemilu 2009 melalui Forum Debat Caleg, juga membangun komitmen para politisi untuk tidak melakukan politik uang.
Dia berharap dengan debat caleg m
asyarakat memiliki kecerdasan untuk menentukan hak dan kewajibannya pada Pemilu 2009, serta memiliki referensi tentang kapasitas para caleg yang bertarung dalam Pemilu 2009 melalui Forum Debat Caleg. "Juga, diharapkan agar para caleg berkomitmen untuk tidak mempraktekkan politik uang," tandasnya, penuh harap.

Dalam menyelenggarakan debat caleg, LAP Timoris akan melakukan koordinasi dengan KPUD Lembata dan Lembata. Selain dilakukan dalam forum yang menghadirkan pemilih, debat caleg juga dilakukan melalui radio Suara Demos.

Direncanakan kegiatan debat caleg akan dilaksanakan pada tanggal 1 sampai 30 Nopember 2008. (fre)

Rabu, 03 September 2008

LP3ES: Hanya 79 Persen Pemilih Pemilu 2009 Masuk DPS

Jakarta - Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) menyatakan 79,2 persen masyarakat terdaftar dalam daftar pemilih sementara (DPS). Untuk itu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) harus memberikan kesempatan kepada 20,8 persen pemilih lainnya untuk didaftarkan dan masuk dalam daftar pemilih tetap (DPT) Pemilu 2009
"Meski angka ini bisa kita toleransi bagi sebuah daftar sementara, masih banyak pekerjaan rumah yang harus dilakukan agar masyarakat pemilih masuk dalam daftar pemilih tetap," kata Kepala Divisi Penelitian LP3ES Fajar Nursahid dalam rilisnya tentang hasil Audit Daftar Pemilih (ADP) yang diterima detikcom, Kamis (21/8/2008).

Menurut Fajar, pada pemilu legislatif 2004 lalu pemilih yang masuk daftar pemilih tetap tercatat hampir sekitar 91 persen. Dari temuan ADP yang dilakukan LP3ES yang bekerjasama dengan NDI dan USAID ini, menunjukkan hanya segelintir orang tahu tentang periode pengecekan nama DPS tanggal 8-14 Agustus 2008, atau hanya 7,3 persen pemilih.

"Meskipun tingkat pendaftaran ini tidaklah buruk bagi pendaftaran sementara, namun sebanyak 20,8 persen pemilih masih harus diberikan kesempatan untuk menambahkan namanya dalam daftar pemilih. Tentunya hal ini sulit dilakukan, jika mereka tidak mengetahui bahwa sisa waktu yang mereka miliki tinggal satu hari lagi untuk memberikan tanggapan atas DPS itu," jelasnya.

Fajar juga menerangkan temuan lainnya, yaitu 19,8 persen pemilih yang terdaftar dalam DPS sudah tidak lagi bertempat tinggal di alamat yang tercantum, baik permanen maupun dalam jangka waktu tertentu. 3,3 persen nama yang seharusnya tidak tercantum lagi dalam DPS, ternyata masih tercantum, seperti orang yang meninggal dunia, nama dan alamat yang tidak dikenal, belum berumur 17 saat
pemilu dan anggota TNI dan Polri.

Terkait akurasi data, lanjut Fajar, dalam ADP juga ditemukan fakta bahwa informasi DPS berdasarkan Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang akurat hanya 39,5 persen. 67,9 persen nama pemilih telah akurat, 77,1 persen jenis kelamin akurat, 58,8 persen penulisan tanggal lahir akurat, serta 68,6 persen menuliskan alamat dengan akurat.

Meski tingkat pendaftaran hampir mendekati 80 persen, namun 62,8 persen pemilih merasa terdaftar, 15 persen pemilih merasa tidak terdaftar dan 22,2 persen pemilih tidak mengetahui apakah terdaftar atau tidak. Yang cukup disayangkan tingkat aktivitas masyarakat untuk memeriksa dan mengecek DPS juga masih rendah.

"Kurang setengah atau 48,1 persen responden yang akan memeriksa namanya, 36 persen mengaku tidak akan memeriksanya, dan hanya 3,4 persen yang sudah mengecek namanya," ujar Fajar menambahkan.

Untuk itu, jelas Fajar, KPU harus memperpanjang waktu pengumuman DPS dan segera melakukan evaluasi internal terkait daftar pemilih ini. KPU diminta lebih menekankan soal akurasi data, dibandingkan persoalan tenggat waktu finalisasi daftar pemilih.

Minggu, 18 Mei 2008

Leragere Bakal Rawan Pangan

Lewoleba—Masyarakat Leragere,Kecamatan Lebatukan, Kabupaten Lembata terancam rawan pangan. Pasalnya, para petani setempat mengalami gagal panen akibat badai angina kencang awal tahun ini.
Hal itu disampaikan tokoh masyarakat Leragere, Paulus Atu dan Yopi Bataona di Lewoleba, Sabtu (17/5). “Panen tahun ini memang gagal total. Tanaman jagung dan padi sudah roboh diterjang angin kencang,” ujar Paul diamini Yopi.
Mereka mengaku sudah melakukan pendataan dan melaporkan kondisi tersebut kepada pemerintah kecamatan Lebatukan dan Pemkab Lembata melalui Dinas Sosial. Diharapkan agar Pemkab cepat tanggap untuk membantu meringankan beban masyarakat.
Sejumlah kalangan berharap agar Pemkab tidak bersikap acuh tak acuh gara-gara sebelumnya masyarakat Leragere beramai-ramai menolak rencana Pemkab Lembata untuk melakukan pembangunan industri tambang di sana. Sikap warga ini sempat memicu kekecewaan hebat Bupati Lembata, Drs.Andreas Duli Manuk. (fre)