Kamis, 10 April 2008

KPRL: Bupati Lembata Jangan Berbohong


Lewoleba, ANAK LEMABATA

Koordinator Koalisi Perlawanan Rakyat Lembata (KPRL), Yohanes Boro meminta Bupati Lembata Drs.Andreas Duli Manuk untuk lebih jujur dalam memberikan informasi kepada publik. Hal ini disampaikan berkaitan dengan pemberitaan seputar masalah rencana investasi penambangan di Kabupaten Lembata.“Bupati jangan merasa bahwa penyerahan tanah oleh sejumlah oknum yang mengaku sebagai pemegang hak ulayat itu sudah selesai. Mereka bukanlah pemegang ulayat.Dan itu sudah disampaikan oleh para tokoh masyarakat Benihading Leupitu, Kedang kepada Pemkab dan DPRD Lembata,” tandas Boro, kepada Simpul Demokrasi NTT Online, di Lewoleba, Selasa (8/4).Menurut Boro, pernyataan Bupati Manuk yang mengklaim masalah tanah yang akan menjadi lokasi penambang sudah selesai sangat tidak beralasan.”Saya kira, seluruh masyarakat Lembata sudah tahu bahwa tanah itu masih bermasalah. Tuan tanah tidak mau menyerahkan tanahnya. Mereka yang menyerahkan tanah sedang dalam posisi terancam. Pak Bupati jangan menutup mata terhadap kenyataan adanya ancaman konflik di lapangan,” ujarnya, berharap.Sebagaimana diketahui, warga dari lima suku yang mengaku sebagai pemegang hak ulayat Tuamado, telah menyerahkan hamparan tanah yang menjadi titik utama lokasi pertambangan tembaga dan emas di Kabupaten Lembata.Lima suku pemegang hak tanah ulayat itu adalah Suku Potiretu, Leo Ara, pemegang hak ulayat Suku Lodo Lelang; Andreas Abe, Suku Tuamado, Benediktus Telu; Suku Lelangrian, Abdulah Benu; Suku Laa Wayang, Sadi Lari dan Suku Watang Walang, Kornelis Kopaq, kata Bupati Lembata, Drs. Andreas Duli Manuk, di Lembata, Jumat.Ia mengemukakan pandangan itu terkait masalah tanah ulayat yang menjadi lokasi utama rencana tambang tembaga dan emas di Lembata yang disuarakan berbagai komponen masyarakat daerah itu.“Soal lokasi yang dipersoalkan selama ini sudah tidak bermasalah. Sudah ada penyerahan secara sukarela dari para pemilik hak ulayat,” kata Bupati Manuk seperti dikutip LKBN Antara.Lokasi Wae Puhe dan Bean, menurut data-data penyidikan umum, data ilmiah yang dihasilkan foto satelit dan eksplorasi yang telah dilakukan, merupakan kawasan deposit emas dan tembaga terbesar di Pulau Lembata. Kandungan itu telah diketahui sejak zaman penjajahan Belanda.Kawasan Wae Puhe terletak di bagian barat dikenal dengan “gold ridge”, sedangkan kawasan Bean disebut “coper ridge” karena ditemukan bukit yang mengandung mineral tembaga.Bupati menambahkan, sudah ada kesepakatan pula antara pemilik hak ulayat, pemerintah daerah dan investor tentang memberian ganti rugi yang layak kepada para pemilik tanah.“Ada hak kepemilikan perorangan dalam lokasi maupun di sekitar tambang. Itu juga sudah dibicarakan mengenai pemberian ganti rugi yang layak sesuai dengan kesepakatan,” katanya.Tentang sikap warga, ia mengatakan para pemegang hak ulayat telah menyatakan sikap untuk berada dalam posisi netral, tidak ingin mempersoalkan kehadiran tambang tembaga di Lembata.Saat ini rencana investasi tambang di Lembata masih dalam tahapan awal dan belum sampai pada tahap eksploitasi. Karena itu, jika ada pandangan yang menyebutkan bahwa pemerintah telah menjual Lembata kepada investor adalah hal yang tidak benar, kata Bupati Lembata.Mengomentari pernyataan Bupati Manuk itu, koordinator KPRL mengaku prihatin. “Apa yang dikatakan Bupati Manuk merupakan tindakan yang patut disesalkan karena dapat memicu konflik di lapangan. Saya berharap agar pak Bupati tidak mengelak dari tanggungjawab jika benar-benar terjadi konflik karena pernyataannya itu,” tegasnya, mengingatkan.Dikatakan, segenap warga Benihading Leupitu telah menggelar Musyawarah Luar Biasa untuk membahas sikap oknum warga Tuamado. Mubes tersebut sekaligus meredam emosi warga untuk tidak bertindak anarkhis terhadap para oknum yang secara sepihak menyerahkan tanah kepada Pemkab Lembata. “Kabarnya ada warga Tuamado yang ketakutan dan terpaksa mengungsi dari Tuamado. Ini harus diantisipasi secara dini, dan Bupati jangan lagi perkeruh keadaan,” tandas Boro. (fre)

Tidak ada komentar: