Selasa, 21 Oktober 2008

Asal Manusia Lamaholot dari Sina-Jawa-Malaka

Asal usul manusia Lamaholot yang mendiami Flores Timur daratan, Pulau Adonara, Lembata, Solor dan Alor di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) atau yang lebih populer dengan sebutan "Solor Watan Lema" dari turunan Sina-Jawa-Malaka.

Asal usul turunan tersebut merupakan pengaruh Hindu-Budha dari India Belakang yang diikuti pengaruh Islam dari Gujarat dan Persia dengan arus aliran persinggahan dari India ke Malaka serta dari China ke Muangthai kemudian bertemu di pusarana nusantara dengan persinggahan di Sumatera, Jawa dan Kalimantan.

"Pengaruh budaya tersebut kemudian mewariskan puing-puing kerajaan Sriwijaya di Pulau Sumatra, Candi Borobudur dan Kerajaan Majapahit di Pulau Jawa, Kerajaan Kutai di Pulau Kalimantan. Dari sana arus perubahan bergerak masuk ke Kepulauan Timor, termasuk Kepulauan Solor sebagai wilayah Lamaholot," kata DR Chris Boro Tokan SH.MH di Kupang, Kamis.

Dosen Luar Biasa di Bidang Hukum dan Perubahan Sosial Fakultas Pascasarjana Bidang Ilmu Hukum Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang mengemukakan pandangannya tersebut berkaitan dengan kebenaran asal usul manusia Lamaholot yang sering dibuat kontroversi oleh Bupati Flores Timur, Simon Hayon.

Setelah arus tradisional membawa babak perubahan sosial Lamaholot, kata Boro Tokan, giliran arus religius mengisi babak baru Lamaholot melalui imperialisme bangsa Portugis yang menularkan agama nasrani (Katolik) di Lamaholot.

Sementara itu, masuknya muslim di Lamaholot disinyalir kuat sebagai perpindahan arus konflik dari Ternate dan Tidore (Maluku) antara Kesultanan Ternate dan Tidore (Muslim), meski sebelumnya Islam Malaka telah masuk lebih dahulu melalui arus Sina-Jawa-Malaka.

"Dari sinilah imperialisme Portugis dan Belanda membagi kekuasaan di Kepulauan NTT. Portugis berkuasa di Timor Timur dan sebagian wilayah Timor bagian barat NTT seperti Belu dan Timor Tengah Utara serta Pulau Flores dan Kepulauan Solor, sedang Belanda berkuasa di Timor Barat serta Sumba dan Rote," katanya.

Menurut Ketua Biro Cendekiawan, Penelitian dan Pengembangan, Lingkungan Hidup DPD I Partai Golkar NTT periode 2004-2009 ini, nilai religius (nasrani dan muslim) telah membentuk keyakinan generasi baru Lamaholot.

Keyakinan baru (religius) manusia Lamaholot itu, katanya, tidak dapat menghilangkan warisan keyakinan generasi primitif Lamaholot yang mengimplementasikan keyakinan itu dengan sebutan "hulen baat tonga belolo rera wulan tanah ekan" (yakin akan pencipta langit dna bumi) dan keyakinan generasi tradisional Lamaholot tentang lewotanah (kampung halaman).

"Walaupun era modernisasi telah tampil dalam kehidupan masyarakat Lamaholot melalui kemajuan bidang pendidikan untuk membentuk keyakinan hati nurani baru Lamaholot dan mengubah pola berpikir primitif atau tradisional menjadi modern, keyakinan akan `hungen baat tonga belolo rera wulan tanah ekan` tetap saja ada," katanya.

Mantan Sekjen Perhimpunan Mahasiswa Katolik RI (PMKRI) periode 1985-1988 itu menambahkan, manusia Lamaholot dengan pola pikir primitif dapat tertelusuri dalam sejarah oral asal usul pemuda Patigolo Arakian di Gunung Ile Mandiri dengan isterinya Watowele, seorang putri titisan dari Ile Mandiri.

Selain itu, katanya, dapat ditelusuri pula melalui sejarah oral pemuda Kelake Ado Pehan dengan isterinya Kwae Sode Boleng, seorang putri titisan Ile Boleng di Pulau Adonara serta pemuda Uwe Kole dengan seorang putri yang merupakan jelmaan alam dari ubi hutan.

Boro Tokan mengatakan, tahapan primitif manusia Lamaholot dalam masa transisi ke tahapan tradisional ditandai dengan adanya Kerajaan Lewo Nama yang dipimpin oleh turunan dari Patigolo Arakian.

Di bagian timur laut Pulau Adonara, berdirilah Kerajaan Molo Gong dan di selatan barat daya pulau itu berdirilah Kerajaan Wotan Ulu Mado, di bagian tengah Pulau Adonara berdirilah Kerajaan Libu Kliha dan di selatan berdirilah Kerajaan Lamahala, Terong dan Kerajaan Lian Lolon yang merupakan cikal bakal Kerajaan Adonara.

Selain itu, ada juga Kerajaan Awo Lolon di Pulau Pasir dekat Lewoleba, ibukota Kabupaten Lembata di Pulau Lembata serta Kerajaan Lamakera dan Lohayong di Pulau Solor.

Ia menjelaskan, nilai magic kehidupan yang diyakini manusia primitif Lamaholot saat itu amat mencengangkan, yakni melalui keyakinan holistik yang menyatukan alam semesta dengan anusia.

Sang pencipta, alam semesta dan manusia sebagai satu kesatuan total yang tidak dapat dipisah-lepaskan melalui ketaatan manusia dalam keyakinan Lamaholot yang disebut "hungen baat tonga belolo rera wulan tanah ekan", ujarnya.

Keunggulan manusia primitif Lamaholot, kata Boro Tokan, dapat menyatukan jagat dalam mengarungi sebuah misi perjalanan yang jauh dalam bahasa setempat disebut "bua buku tanah".

"Dari tahapan primitif ke tahapan tardisional itulah mengalir paham Sina Jawa yang disinyalir membawa masuk ajaran dan keyakinan Hindu-Budha dalam proses membentuk keyakinan tradisional orang Lamaholot sampai sekarang," katanya.(antara/ntt online)

Asal Manusia Lamaholot dari Sina-Jawa-Malaka

Asal usul manusia Lamaholot yang mendiami Flores Timur daratan, Pulau Adonara, Lembata, Solor dan Alor di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) atau yang lebih populer dengan sebutan "Solor Watan Lema" dari turunan Sina-Jawa-Malaka.
Asal usul turunan tersebut merupakan pengaruh Hindu-Budha dari India Belakang yang diikuti pengaruh Islam dari Gujarat dan Persia dengan arus aliran persinggahan dari India ke Malaka serta dari China ke Muangthai kemudian bertemu di pusarana nusantara dengan persinggahan di Sumatera, Jawa dan Kalimantan.

"Pengaruh budaya tersebut kemudian mewariskan puing-puing kerajaan Sriwijaya di Pulau Sumatra, Candi Borobudur dan Kerajaan Majapahit di Pulau Jawa, Kerajaan Kutai di Pulau Kalimantan. Dari sana arus perubahan bergerak masuk ke Kepulauan Timor, termasuk Kepulauan Solor sebagai wilayah Lamaholot," kata DR Chris Boro Tokan SH.MH di Kupang, Kamis.

Dosen Luar Biasa di Bidang Hukum dan Perubahan Sosial Fakultas Pascasarjana Bidang Ilmu Hukum Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang mengemukakan pandangannya tersebut berkaitan dengan kebenaran asal usul manusia Lamaholot yang sering dibuat kontroversi oleh Bupati Flores Timur, Simon Hayon.

Setelah arus tradisional membawa babak perubahan sosial Lamaholot, kata Boro Tokan, giliran arus religius mengisi babak baru Lamaholot melalui imperialisme bangsa Portugis yang menularkan agama nasrani (Katolik) di Lamaholot.

Sementara itu, masuknya muslim di Lamaholot disinyalir kuat sebagai perpindahan arus konflik dari Ternate dan Tidore (Maluku) antara Kesultanan Ternate dan Tidore (Muslim), meski sebelumnya Islam Malaka telah masuk lebih dahulu melalui arus Sina-Jawa-Malaka.

"Dari sinilah imperialisme Portugis dan Belanda membagi kekuasaan di Kepulauan NTT. Portugis berkuasa di Timor Timur dan sebagian wilayah Timor bagian barat NTT seperti Belu dan Timor Tengah Utara serta Pulau Flores dan Kepulauan Solor, sedang Belanda berkuasa di Timor Barat serta Sumba dan Rote," katanya.

Menurut Ketua Biro Cendekiawan, Penelitian dan Pengembangan, Lingkungan Hidup DPD I Partai Golkar NTT periode 2004-2009 ini, nilai religius (nasrani dan muslim) telah membentuk keyakinan generasi baru Lamaholot.

Keyakinan baru (religius) manusia Lamaholot itu, katanya, tidak dapat menghilangkan warisan keyakinan generasi primitif Lamaholot yang mengimplementasikan keyakinan itu dengan sebutan "hulen baat tonga belolo rera wulan tanah ekan" (yakin akan pencipta langit dna bumi) dan keyakinan generasi tradisional Lamaholot tentang lewotanah (kampung halaman).

"Walaupun era modernisasi telah tampil dalam kehidupan masyarakat Lamaholot melalui kemajuan bidang pendidikan untuk membentuk keyakinan hati nurani baru Lamaholot dan mengubah pola berpikir primitif atau tradisional menjadi modern, keyakinan akan `hungen baat tonga belolo rera wulan tanah ekan` tetap saja ada," katanya.

Mantan Sekjen Perhimpunan Mahasiswa Katolik RI (PMKRI) periode 1985-1988 itu menambahkan, manusia Lamaholot dengan pola pikir primitif dapat tertelusuri dalam sejarah oral asal usul pemuda Patigolo Arakian di Gunung Ile Mandiri dengan isterinya Watowele, seorang putri titisan dari Ile Mandiri.

Selain itu, katanya, dapat ditelusuri pula melalui sejarah oral pemuda Kelake Ado Pehan dengan isterinya Kwae Sode Boleng, seorang putri titisan Ile Boleng di Pulau Adonara serta pemuda Uwe Kole dengan seorang putri yang merupakan jelmaan alam dari ubi hutan.

Boro Tokan mengatakan, tahapan primitif manusia Lamaholot dalam masa transisi ke tahapan tradisional ditandai dengan adanya Kerajaan Lewo Nama yang dipimpin oleh turunan dari Patigolo Arakian.

Di bagian timur laut Pulau Adonara, berdirilah Kerajaan Molo Gong dan di selatan barat daya pulau itu berdirilah Kerajaan Wotan Ulu Mado, di bagian tengah Pulau Adonara berdirilah Kerajaan Libu Kliha dan di selatan berdirilah Kerajaan Lamahala, Terong dan Kerajaan Lian Lolon yang merupakan cikal bakal Kerajaan Adonara.

Selain itu, ada juga Kerajaan Awo Lolon di Pulau Pasir dekat Lewoleba, ibukota Kabupaten Lembata di Pulau Lembata serta Kerajaan Lamakera dan Lohayong di Pulau Solor.

Ia menjelaskan, nilai magic kehidupan yang diyakini manusia primitif Lamaholot saat itu amat mencengangkan, yakni melalui keyakinan holistik yang menyatukan alam semesta dengan anusia.

Sang pencipta, alam semesta dan manusia sebagai satu kesatuan total yang tidak dapat dipisah-lepaskan melalui ketaatan manusia dalam keyakinan Lamaholot yang disebut "hungen baat tonga belolo rera wulan tanah ekan", ujarnya.

Keunggulan manusia primitif Lamaholot, kata Boro Tokan, dapat menyatukan jagat dalam mengarungi sebuah misi perjalanan yang jauh dalam bahasa setempat disebut "bua buku tanah".

"Dari tahapan primitif ke tahapan tardisional itulah mengalir paham Sina Jawa yang disinyalir membawa masuk ajaran dan keyakinan Hindu-Budha dalam proses membentuk keyakinan tradisional orang Lamaholot sampai sekarang," katanya.(antara/ntt online)

LAP Timoris Gelar Debat Caleg di Lembata

Vox populi, vox dei. Suara rakyat, suara Tuhan. Boleh itu, itulah yang mengilhami Lembaga Advokasi dan Penelitian (LAP) Timoris untuk menggelar Debat Calon Anggota Legislatif (Caleg) DPRD Kabupaten Lembata menyongsong Pemilu 2009 mendatang. Kegiatan ini dilakukan atas pembiayaan dari Komunitas Indonesia untuk Demokrasi (KID) pimpinan Dr. Ignas Kleden.
"Amanah konstitusi menegaskan kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar. Artinya, rakyat memiliki kedaulatan, tanggungjawab, hak dan kewajiban untuk secara demokratis paling kurang dalam dua hal. Yakni, pertama, memilih pemimpin yang akan membentuk pemerintahan guna mengurus dan melayani seluruh komponen masyarakat. Dan, kedua, untuk memilih wakil rakyat yang akan ditugasi mengawal dan mengawasi jalannya pemerintahan," jelas Direkrut LAP Timoris, Hipolitus Mawar didampingi stafnya, Yustina Seran dan Petrus Kopong.
Cara perwujudan kedaulatan tersebut, papar dia, adalah melalui pemilihan umum secara langsung sebagai sarana bagi rakyat untuk memilih wakil-wakilnya yang akan ditugasi menjalankan fungsi pengawasan, menyalurkan aspirasi politik masyarakat, membuat peraturan perundang-undangan (peraturan daerah), serta merumuskan anggaran pendapatan dan belanja untuk membiayai pelaksanaan fungsi di atas. Target utama dalah kesejateraan rakyat. "Di sisi lain, pemilu DPR, DPD, DPRD Prov dan DPRD Kab/Kota dengan azas luber dan jurdil di setiap lima tahun sekali, dilaksanakan dengan menjamin prinsip keterwakilan, yang memberikan jaminan setiap warga terjamin memiliki wakil yang duduk di lembaga perwakilan. Dengan azas langsung, rakyat sebagai pemilih memiliki hak untuk memberikan suaranya secara langsung sesuai keinginannya, tanpa perantara. Azas umum menjamin kesempatan yang berlaku menyeluruh bagi semua warga tanpa diskriminasi," tutur dia.
Penyelenggaraan pemilu secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil memberikan dampak positif dalam penguatan demokrasi baik di tingkat lokal maupun nasional. Masyarakat diberikan hak suara untuk memilih calon perseorangan (DPD) maupun calog anggota legislatif (caleg) yang diusung partai politik yang mereka nilai akan mampu memperjuangkan aspirasinya apabila nantinya terpilih dalam pemilu.
"Pemilih dituntut cerdas untuk bisa memilih dan menilai dengan baik dan cermat siapa wakil rakyat yang pantas dan bisa memperjuangkan aspirasinya. Hal ini dapat diartikan bahwa pemilih haruslah mempunyai pengetahuan yang baik mengenai hak dan kewajibannya dalam pemilu sehingga tumbuh suatu kesadaran yang tinggi akan pentingnya keikutsertaan dalam pemilu. Juga, pemilih mengenal dan memahami agenda politik/program para caleg dari partai politik yang akan mewakilinya. Artinya, para caleg pun dituntut memiliki kompetensi dan integritas diri agar dapat memperjuangkan aspirasi masyarakat yang diwakilinya. Pengalaman dari pemilu ke pemilu memperlihatkan bahwa pemilih lebih menjatuhkan pilihan atas pertimbangan emosional daripada pertimbangan yang kritis, rasional dan obyektif<," tandasnya.
Menurut dia, debat caleg menjadi momentum yang dibutuhkan, selain untuk membuka ruang publik bagi pemilih dan para caleg untuk mengemukakan gagasan-gagasannya, juga menjadi arena pendidikan kritis bagi masyarakat. "Debat caleg merupakan wahana untuk menguji kompetensi para caleg di setiap daerah pemilihan. Sehingga masyarakat bisa secara kritis melihat kapasitas setiap figur caleg sebelum menjatuhkan pilihannya. Dengan begitu, diharapkan masyarakat tidak lagi terjebak pada sentimen-sentimen primordial atau politik uang yang justru menghambat proses demokratisasi," ungkap Hipol Mawar.
Di Kabupaten Lembata, terdaftar 34 partai politik yang akan ikut meramaikan Pemilu Legislatif 2009, dengan lebih dari 1000 (seribu) orang Caleg. Hal ini sebagai pertanda rakyat semakin antusias untuk mengikuti pemilu legislatif 2009. "Pada saat yang bersamaan, pemilih pun dibikin kerepotan untuk menentukan pilihannya diantara ratusan alternartif yang ada. Hal itu menuntut kemampuan analisis agar tidak keliru menjatuhkan pilihannya," kata dia.

Untuk itulah, sambung dia, "kami menggelar Caleg (DPRD) Lembata Menuju Pemilu 2009 Yang Demokratis.
Dijelas bahwa debat caleg dilakukan selain untuk
meningkatkan kesadaran masyarakat akan hak dan kewajibannya dalam Pemilu 2009, dan membuka tabir kapasitas para caleg yang bertarung dalam Pemilu 2009 melalui Forum Debat Caleg, juga membangun komitmen para politisi untuk tidak melakukan politik uang.
Dia berharap dengan debat caleg m
asyarakat memiliki kecerdasan untuk menentukan hak dan kewajibannya pada Pemilu 2009, serta memiliki referensi tentang kapasitas para caleg yang bertarung dalam Pemilu 2009 melalui Forum Debat Caleg. "Juga, diharapkan agar para caleg berkomitmen untuk tidak mempraktekkan politik uang," tandasnya, penuh harap.

Dalam menyelenggarakan debat caleg, LAP Timoris akan melakukan koordinasi dengan KPUD Lembata dan Lembata. Selain dilakukan dalam forum yang menghadirkan pemilih, debat caleg juga dilakukan melalui radio Suara Demos.

Direncanakan kegiatan debat caleg akan dilaksanakan pada tanggal 1 sampai 30 Nopember 2008. (fre)